sebuah air mancur terletak di tengah

MonumenNasional atau yang disingkat dengan Monas atau Tugu Monas adalah monumen peringatan setinggi 132 meter (433 kaki) yang terletak tepat di tengah Lapangan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Monas didirikan untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kemerdekaan dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Terjemahanfrasa TERDAPAT AIR MANCUR YANG dari bahasa indonesia ke bahasa inggris dan contoh penggunaan "TERDAPAT AIR MANCUR YANG" dalam kalimat dengan terjemahannya: Selain itu di tengah danau terdapat air mancur yang tampak bagus di waktu malam. Seorang wanita terekam berendam di sebuah air mancur di dekat gedung Parlemen Italia dan dalam kondisi telanjang bulat. Menyadur The Sun Rabu (23/6/2021) insiden tersebut terjadi di air mancur Piazza Colonna, yang terletak tepat di sebelah parlemen Italia pada Sabtu (19/6). Aksi wanita yang belum diketahui identitasnya tersebut 10 King Fahd's Fountain (Jeddah): Air Mancur Tertinggi di Dunia. Terletak di kota Jeddah, Saudi Arabia, King Fahd's Fountain terkenal karena merupakan air mancur tertinggi di dunia, menembakkan air ke ketinggian 1023-ft (312m) - lebih tinggi dari Menara Eiffel bila antenanya ditiadakan. Dirancangoleh Carles Buïgas, air mancur terletak di bawah Palau Nacional di gunung Montjuïc dan dekat Plaça d'Espanya dan Poble Espanyol de Barcelona. Air mancur, seperti kebanyakan perkembangan di sekitarnya, dibangun untuk Pameran Internasional Barcelona tahun 1929. Foshan, sebuah kota di provinsi Guangdong tengah di China, memiliki Prinz William Und Kate Middleton Kennenlernen. Museum Fatahillah/Dinas Kebudayaan DKI/Adhi Muhammad Daryono Museum Sejarah Jakarta atau lebih dikenal sebagai Museum Fatahillah merupakan museum dan bangunan cagar budaya yang sangat ikonik di Jakarta. Bangunan yang terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 1, Jakarta Barat dengan luas lebih dari meter persegi ini dulunya merupakan Balai Kota Batavia atau dalam Bahasa Belanda disebut Stadhuis van Batavia. Bangunan Museum Fatahillah dibangun pada tahun 1707-1712 atas perintah Gubernur Jenderal Joan van Hoorn. Bangunan ini menyerupai Istana Dam di Amsterdam, terdiri atas bangunan utama dengan dua sayap di bagian timur dan barat serta bangunan sanding yang digunakan sebagai kantor, ruang pengadilan, dan ruang-ruang bawah tanah yang dipakai sebagai penjara. Pada tanggal 30 Maret 1974, bangunan ini kemudian diresmikan sebagai Museum Fatahillah. Sebelum menempati bangunan yang sekarang, Kantor Balai Kota Batavia dulu berada di tepi timur Kali Besar pada tahun 1620. Namun bangunan di sana hanya bertahan selama enam tahun yang kemudian dibongkar karena adanya serangan dari pasukan Sultan Agung dari Mataram pada tahun 1626. Sebagai gantinya, dibangunlah kembali balai kota tersebut atas perintah Gubernur-Jenderal Jan Pieterszoon Coen pada tahun 1627. Lokasinya berada di daerah Nieuwe Markt sekarang Taman Fatahillah. Menurut sejarah, balai kota kedua ini hanya bertingkat satu dan pembangunan tingkat kedua dilakukan kemudian beberapa tahun kemudian. Tahun 1648 kondisi balai kota sangat buruk. Tanah di kota Batavia yang sangat labil dan beratnya bangunan ini menyebabkan perlahan-lahan turun dari permukaan tanah. Akhirnya pada tahun 1707, atas perintah Gubernur-Jenderal Joan van Hoorn, bangunan ini dibongkar dan dibangun ulang dengan menggunakan pondasi yang sama. Peresmian Balai kota ketiga dilakukan oleh Gubernur-Jenderal Abraham van Riebeeck pada tanggal 10 Juli 1710, dua tahun sebelum bangunan ini selesai secara keseluruhan. Selama dua abad, balai kota Batavia ini digunakan sebagai kantor administrasi kota Batavia. Selain itu juga digunakan sebagai tempat College van Schepenen Dewan Kotapraja dan Raad van Justitie Dewan Pengadilan. Awalnya sidang Dewan Pengadilan dilakukan di dalam Kastil Batavia. Namun dipindahkan ke sayap timur balai kota dan kemudian dipindahkan ke gedung pengadilan yang baru pada tahun 1870. Balai kota Batavia juga mempunyai ruang tahanan yang pada masa VOC dijadikan penjara utama di kota Batavia. Sebuah bangunan bertingkat satu pernah berdiri di belakang balai kota sebagai penjara. Penjara tersebut dikhususkan kepada para tahanan yang mampu membiayai kamar tahanan mereka sendiri. Namun berbeda dengan penjara yang berada di bawah gedung utama. Hampir tidak ada ventilasi dan minimnya cahaya penerangan hingga akhirnya banyak tahanan yang meninggal sebelum diadili di Dewan Pengadilan. Sebagian besar dari mereka meninggal karena menderita kolera, tifus dan kekurangan oksigen. Penjara di balai kota pun ditutup pada tahun 1846 dan dipindahkan ke sebelah timur Molenvliet Oost. Beberapa tahanan yang pernah menempati penjara balai kota adalah bekas Gubernur Jenderal Belanda di Sri Lanka Petrus Vuyst, Untung Suropati dan Pangeran Diponegoro. Di akhir abad ke-19, kota Batavia mulai meluas ke wilayah selatan. Sehingga kedudukan kota Batavia ditingkatkan menjadi Gemeente Batavia. Balai kota Batavia dipindahkan beberapa kali hingga pada akhirnya menempati Balai Kota yang sekarang di Jalan Medan Merdeka Selatan pada tahun 1919. Kemudian bekas bangunan balai kota yang berada di wilayah kota tua ini pernah kemudian dijadikan Kantor Pemerintah Jawa Barat sampai tahun 1942. Selama masa pendudukan Jepang, bangunan ini dipakai untuk kantor pengumpulan logistik Dai Nippon. Setelah Indonesia merdeka, bangunan ini kembali digunakan sebagai Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Barat di samping ditempati markas Komando Militer Kota I sampai tahun 1961. Setelah itu digunakan sebagai Kantor Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pada tahun 1970, bangunan bekas balai kota Batavia ini ditetapkan sebagai bangunan Cagar Budaya. Setelah itu Gubernur DKI Jakarta pada masa itu Ali Sadikin merenovasi seluruh bangunan ini dan diresmikan pada tanggal 30 Maret 1974 sebagai Museum Sejarah Jakarta. Museum Fatahilllah/Dinas Kebudayaan DKI/Adhi Muhammad Daryono Seperti umumnya di Eropa, balai kota dilengkapi dengan lapangan yang dinamakan Stadhuisplein. Menurut sebuah lukisan yang dibuat oleh Johannes Rach, di tengah lapangan tersebut terdapat sebuah air mancur yang merupakan satu-satunya sumber air bagi masyarakat setempat. Air itu berasal dari Pancoran Glodok yang dihubungkan dengan pipa menuju Stadhuisplein. Tetapi air mancur tersebut hilang pada abad ke-19. Pada tahun 1972, diadakan penggalian terhadap lapangan tersebut dan ditemukan pondasi air mancur lengkap dengan pipa-pipanya. Maka dengan bukti sejarah itu dapat dibangun kembali sesuai gambar Johannes Rach, lalu terciptalah air mancur di tengah Taman Fatahillah. Pada tahun 1973 Pemda DKI Jakarta memfungsikan kembali taman tersebut dengan memberi nama baru yaitu '’Taman Fatahillah”’ untuk mengenang panglima Fatahillah pendiri kota Jayakarta.

sebuah air mancur terletak di tengah